Proses Formulasi Kebijakan Publik

1. Penyusunan Agenda
Menurut Agus Dwiyanto (1995), tahapan pembuatan agenda kebijakan adalah langkah pertama yang sangat penting dalam proses pembuatan suatu kebijakan. Tahapan ini bahkan sering disebut langkah kunci yang harus dilalui sebelum suatu isu kebijakan diangkat dalam agenda kebijakan pemerintah dan akhirnya menjadi suatu kebijakan. Selanjutnya apabila suatu isu telah masuk dalam agenda kebijakan pemerintah, maka isu itu telah menjadi benar-benar masalah publik yang dapat dipecahkan melalui tindakan kebijakan.
Meskipun agenda setting merupakan suatu tahapan yang paling penting, akan tetapi seringkali kita mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi apakah suatu masalah telah masuk dalam tahapan ini. Menurut Peters (Dwiyanto, 1995), agenda setting merupakan tahapan paling abstrak dan tidak mempunyai bentuk yang jelas dibanding dengan tahapan yang lain dalam proses pembuatan kebijakan. Oleh karena sifat agenda setting yang demikian, maka setiap masalah akan melalui tahapan agenda setting yang berbeda-beda. Hal ini sangat tergantung pada siapa yang melontarkan isu kebijakan dan jenis isu yang akan diangkat menjadi agenda kebijakan
Berdasarkan tingkat perhatian kebijakan yang diberikan pemerintah terhadap masalah yang diangkat menjadi isu kebijakan, Cobbs dan Elder (Winarno, 2002) membagi agenda kebijakan menjadi dua macam, yakni agenda sistemik dan agenda lembaga atau pemerintah. Agenda sistemik terdiri dari semua isu yang menurut pandangan anggota-anggota masyarakat politik pantas mendapat perhatian publik dan mencakup masalah-masalah dalam jurisdiksi wewenang pemerintah yang secara sah ada. Agenda sistemik terdapat dalam setiap sistem politik di baik tingkat nasional maupun tingkat daerah. Agenda sistemik pada dasarnya merupakan agenda pembahasan. Tindakan mengenai suatu masalah hanya akan ada bila masalah tersebut diajukan kepada lembaga pemerintah dengan suatu kewenangan untuk mengambil tindakan yang pantas. Agenda lembaga atau pemerintah terdiri dari masalah-masalah yang mendapat perhatian sungguh-sungguh dari para pejabat pemerintah.
Menurut Cobb dan Elder (ibid) , ada tiga prasyarat agar isu kebijakan dapat masuk atau tampil dalam agenda sistemik, yaitu
“(1) isu itu memperoleh perhatian yang lebih luas atau setidak-tidaknya dapat menimbulkan kesadaran masyarakat, (2) adanya persepsi dan pandangan atau pendapat publik yang luas bahwa beberapa tindakan perlu dilakukan untuk memecahkan masalah itu, dan (3) adanya persepsi yang sama dari masyarakat bahwa masalah itu adalah merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab yang sah dari beberapa unit pemerintahan untuk memecahkannya”.

David Truman (Ibid,49) menjelaskan mengapa suatu masalah mencapai status agenda, atau dengan kata lain apa yang mendorong suatu masalah publik berubah menjadi isu politik yang hidup. Truman menjelaskan hal ini sebagai usaha dari pada setiap kelompok kepentingan untuk mempertahankan diri dalam keadaan equilibrium yang layak dan jika sesuatu mengancam kondisi ini maka mereka akan beraksi menyesuaikan dengan equilibrium.
Anderson (Islamy 2001), menyebutkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan public problems masuk ke dalam agenda pemerintah yaitu:
1. Kepemimpinan dan kepentingan politik merupakan suatu faktor penting dalam penyusunan agenda.
2. Suatu isu publik juga akan dapat masuk dalam agenda kebijakan kalau isu tersebut merupakan akibat dari krisis atau peristiwa yang ketat.
3. Perhatian media komunikasi melalui reportasenya sehingga pembuat kebijakan tertuju pada masalah atau isu-isu tadi.

2. Perumusan Usulan Kebijakan
Setelah public problem dapat dimasukkan dalam agenda pemerintah, maka langkah selanjutnya dalam proses perumusan kebijakan publik adalah perumusan usulan-usulan kebijakan (policy proposals). Perumusan usulan kebijakan adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah yang meliputi kegiatan mengidentifikasi alternatif, mendefinisikan dan merumuskan alternatif, menilai masing-masing alternatif yang tersedia dan memilih alternatif yang “memuaskan” atau “paling memungkinkan untuk dilaksanakan” (Islamy, 2001:92).

i. Mengidentifikasi alternatif
Public problem yang telah dengan jelas dirumuskan dan pembuat kebijakan telah sepakat untuk memasukkannya ke dalam agenda pemerintah, berarti telah siap untuk dibuatkan usulan kebijakan untuk memecahkan masalah tadi. Sebelum pembuat kebijakan merumuskan usulan kebijakan, maka terlebih dahulu harus melakukan identifikasi terhadap alternatif-alternatif untuk kepentingan masalah tersebut. Pemberian identifikasi yang benar dan jelas pada setiap alternatif kebijakan akan mempermudah proses perumusan alternatif tersebut (ibid).

ii. Mendefinisikan dan merumuskan alternatif.
Tujuan dari kegiatan ini adalah agar masing-masing alternatif yang telah dikumpulkan oleh decision maker nampak dengan jelas pengertiannya. Semakin jelas alternatif suatu alternatif didefinisikan semakin mudah pembuat kebijakan menilai dan mempertimbangkan aspek positif dan negatif dari masing-masing alternatif tersebut. Sebaliknya alternatif yang tidak dapat didefinisikan atau dirumuskan dengan baik maka akan tidak dapat dipakai secara baik sebagai alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah.

iii. Menilai alternatif
Menilai alternatif adalah kegiatan pemberian bobot pada setiap alternatif, sehingga nampak dengan jelas bahwa setiap alternatif mempunyai nilai bobot kebaikan dan kekurangannya masing-masing. Dengan demikian maka decision maker akan mengambil sikap untuk menentukan alternatif mana yang lebih memungkinkan untuk dilaksanakan berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan.
iv. Memilih alternatif yang “memuaskan”

Proses pemilihan alternatif yang “memuaskan” atau “yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan” baru dapat dilakukan setelah pembuat kebijakan berhasil dalam melakukan penilaian terhadap alternatif-alternatif kebijakan. Suatu alternatif yang dipilih akan menjadi suatu usulan kebijakan yang telah diantisipasi untuk dapat dilaksanakan. Tahap pemilihan alternatif ini akan selalu didasarkan pada pertimbangan terhadap kepentingan berbagai stakeholders yang akan memperoleh pengaruh sebagai konsekuensi dari pemilihan alternatif tersebut.

3. Pengesahan Kebijakan (Ratifikasi)
Proses pengesahan kebijakan biasanya diawali dengan kegiatan persuasion dan bargaining. Persuasion menurut Anderson (Islamy, 2001:100) adalah usaha-usaha untuk meyakinkan orang lain tentang sesuatu kebenaran atau nilai kedudukan seseorang sehingga mereka mau menerimanya sebagai miliknya sendiri. Kegiatan bargaining dapat diartikan sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih yang mempunyai kekuasaan atau otoritas mengatur atau menyesuaikan setidak-tidaknya sebagian tujuan-tujuan yang tidak mereka sepakati agar dapat merumuskan serangkaian tindakan yang dapat diterima bersama tetapi tidak perlu terlalu ideal bagi mereka (Ibid,101).
Setelah suatu rancangan kebijakan diformulasikan dengan baik maka kebijakan tersebut haruslah sah, haruslah diberi “legitimacy”. Pengesahan atau pemberian “legitimacy” itu hanyalah oleh lembaga atau pejabat yang berwenang, yang menurut hukum mempunyai hak dan kewenangan untuk melakukannya (Soenarko,1998:197). Dengan demikian maka suatu kebijakan pemerintah akan mempunyai kekuatan hukum dan oleh karena itu diumumkan kepada masyarakat atau kepada yang bersangkutan sehingga dapat dipaksakan berlakunya.



0 Response to "Proses Formulasi Kebijakan Publik"

Posting Komentar

Terima kasih atas Kunjungannya, semoga bermanfaat..!!

Histats

Follow Us