Di dalam Undang-Undang Otonomi Daerah dinyatakan bahwa DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. Selain itu dinyatakan juga bahwa DPRD adalah Badan Legislatif Daerah yang kedudukannya sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah.
Diantara tugas dan wewenang DPRD mempunyai tugas dan wewenang memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah. Selain itu juga menampung dan menindak lanjuti aspirasi Daerah dan masyarakat. DPRD mempunyai kewajiban mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta menaati segala peraturan perundang-undangan; membina demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah; meningkatkan kesejahteraan rakyat di Daerah berdasarkan demokrasi ekonomi; memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaian.
Di dalam melaksanakan tugasnya DPRD berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan dan pembangunan. Bagi siapa saja yang menolak permintaan tersebut dapat dituduh telah merendahkan martabat dan kehormatan DPRD, karena itu ia dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
Menyimak butir-butir ketentuan sebagaimana dapat dilihat di dalam undang-undang Otonomi Daerah bisa dikatakan bahwa posisi DPRD adalah ujung tombak dalam pelaksanaan kehidupan politik berdasarkan demokrasi Pancasila. Oleh sebab itu iklim komunikasi politik yang dikembangkan oleh DPRD haruslah mengacu kepada pola komunikasi dalam budaya politik Pancasila. Dalam hubungannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, DPRD dan Pemerintah Daerah adalah sejajar dan mitra. Konsekuensinya ialah setiap pengawasan yang dilakukan oleh DPRD haruslah dilakukan dalam kegiatan komunikasi politik yang bernuansa kemitraan bukan sebaliknya.
Bila dilihat dari kedudukan DPRD dalam komunikasi politik berdasarkan undang-undang Otonomi Daerah dimaksud, jelas bahwa DPRD adalah mekanisme sentral dalam komunikasi politik antara infrastruktur politik dengan suprastruktur politik. Artinya DPRD adalah pusat agregasi dan artikulasi kepentingan politik antara masyarakat, partisan partai politik ataupun kelompok kepentingan lainnya dengan eksekutif, yudikatif. TNI/Polri dan institusi pemegang kebijaksanaan lainnya. Oleh karenanya DPRD harus dapat memaksimalkan fungsi dan kedudukannya sebagai agregator dan artikulator kepentingan politik rakyat. Mekanisme komunikasi politik yang diisyaratkan oleh undang-undang Otonomi Daerah ialah masyarakat menyampaikan aspirasi politiknya kepada DPRD dan DPRD bersama-sama dengan Pemerintah Daerah akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan.
Pustaka :
Nasution, M.Arif., Dr., MA., Demokratisasi dan Problema Otonomi Daerah. Mandar Maju. Bandung. 2000.
Rozali, H. Abdullah., Prof., SH. Pelaksanaan Otonomi Daerah Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2002.
Rozali, H. Abdullah., Prof., SH. Pelaksanaan Otonomi Daerah Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2002.
0 Response to "DPRD Sebagai Mekanisme Sentral dalam Komunikasi Politik"
Posting Komentar
Terima kasih atas Kunjungannya, semoga bermanfaat..!!