Keberadaan seorang anak dipandang oleh orang tuanya, selain sebagai penerus generasi, juga sebagai wadah dimana semua harapan orang tua kelak di kemudian hari wajib ditumpahkan, pula dipandang sebagai pelindung orang tuanya kelak bila orang tua itu sudah tidak mampu lagi secara fisik untuk mencari nafkah.
Dalam lingkup yang lebih luas lagi, seorang anak merupakan harapan bangsa, sebagai generasi penerus yang akan melanjutkan pembangunan bangsa dan negaranya menuju ke arah yang lebih baik. Untuk itu, para pendiri negara ini mencantumkan secara tegas tentang perhatiannya tersebut, salah satu bentuk perhatiannya dapat kita lihat dengan apa yang dituangkan dengan baik, dimana orang tua, bangsa dan negara terhadap anak tersebut diharapkan akan bisa terwujud.
Namun dalam kenyataannya, semua keinginan dan harapan tersebut tidak selalu berjalan normal, karena kita perhatikan anak-anak yang sebenarnya merupakan harapan keluarga dan bangsanya kandas dalam mencapai cita-citanya karena mereka harus melewati masa kecilnya yang jauh dari apa yang seharusnya mereka dapatkan, terpaksa diganti dengan kerja keras membanting tulang untuk kelangsungan hidup dirinya ataupun keluarganya, sementara di pihak lain teman-teman sebayanya bermain dan belajar dengan riang gembira tanpa harus memikirkan bagaimana caranya mendapatkan biaya untuk makan dan sekolahnya.
Tenaga Kerja Anak di Indonesia
Untuk memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dan segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan.
Dengan demikian, seorang anaj yang memikul tanggung jawab sebagai penerus cita-cita keluarga dan bangsanya, perlu mendapatkan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Dan untuk mendapatkan hal tersebut perlu dilaksanakan usaha kesejahteraan anak dengan terjamin.
Sebagai ketentuan yang termuat dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa negara memberikan perlindungan terhadap anak-anak terlantar dan fakir miskin. Sehingga dengan adanya perlindungan secara yuridis terhadap anak tersebut, maka apa yang dicita-citakan oleh seluruh keluarga, masyarakat dan negara terhadap anak sebagai generasi penerusnya akan bisa terwujud.
Isu pekerja anak (child labour), bukan saja sekedar isu anak-anak yang menjalankan pekerjaan dengan memperoleh upah (yang rendah) akan tetapi lekat sekali dengan eksploitasi, pekerjaan yang berbahaya akan menghambat akses pendidikan dan perkembangan fisik, psikis, dan sosial anak. Dalam kasus dan bentuk tertentu, pekerja anak telah masuk sebagai kualifikasi anak-anak yang bekerja pada situasi yang paling tidak bisa ditolerir.
Menurut laporan Lembaga Advokasi Anak Indonesia (LAAI) Medan, realitas anak-anak yang bekerja di jermal-jermal sepanjang 1.300km pantai timur Sumatera Utara, dimana banyak anak-anak yang bekerja dengan upah, dengan jam kerja yang panjang, terisolir dan terpisah dengan keluarga untuk jangka waktu yang panjang bahkan terjadi kasus sodomi, kecelakaan dan kematian anak jermal.
Ada beberapa hal yang melatar belakangi atau menyebabkan anak-anak masuk ke pasar kerja dan menjdai pekerja anak, yaitu:
a. Kemiskinan yang melanda sebagian rakyat Indonesia.
b. Pendidikan yang masih rendah, serta masih banyaknya orang tua yang belum menyadari pentingnya pendidikan bagi masa depan anaknya.
c. Masih banyak pengusaha yang sengaja mempekerjakan anak untuk mendapatkan ongkos buruh yang murah.
Mengantisipasi keadaan tersebut, Undang-undang Pokok Tenaga Kerja Nomor 12 Tahun 1948, secara tegas melarang anak bekerja. Tapi hal ini tidak efektif, karena dalam kenyataannya semakin banyak anak yang terpaksa bekerja. Menyadari hal tersebut, maka pemerintah dengan Permenaker Nomor 1 Tahun 1987 mengatur tentang anak yang terpaksa bekerja dengan syarat salah satunya harus ada izin tertulis dari orang tua/walinya dengan diatur dengan batas waktu kerja, upah dan masalah kesehatannya.
Sebagai bentuk perhatian dari pemerintah, terhadap masalah tenaga kerja anak, pada tanggal 3 Oktober 1987 telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1987 tentang Ketenagakerjaan yang dalam pasal 1 poin 20 berbunyi “anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun. Selanjutnya dalam pasal 95 ayat (1) disebutkan bahwa “setiap pengusaha dilarang mempekerjakan anak”. Dengan demikian jelas, bahwa pada prinsipnya Undang-Undang tersebut tidak memperkenankan seorang anak dipekerjakan dalam sebuah perusahaan apapun bentuknya. Akan tetapi, dalam hal-hal tertentu yang sifatnya terpaksa, seperti pasal 96 ayat (1) yang berbunyi “Larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 tidak berlaku bagi anak yang terkena alasan tertentu terpaksa bekerja”. Hal ini mungkin didasarkan pada kondisi tenaga kerja yang berlebihan dan kemiskinan ekonomi keluarga, sehingga sulit untuk melarang anak-anak bekerja secara konsisten.
Imam Soepomo mengatakan bahwa larangan mempekerjakan anak ini bersifat mutlak, artinya disemua perusahaan. Apakah itu dilakukan di perusahaan perindustrian, pertanian ataupun perdagangan.
Untuk menjamin agar ketentuan yang disebutkan dalam pasal 95 dan 96 tersebut di atas betul-betuk dilaksanakan oleh setiap perusahaan, maka Undang-Undang ini menetapkan sanksi yang tegas bagi setiap pengusaha/ perusahaan yang berani melanggar ketentuan yang dimuat dalam kedua pasal tersebut, dimana dengan jekas di dalam pasal 178, yang isinya berbunyi sebagai berikut:
Barang siapa:
a. Mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 ayat (1).
b. Mempekerjakan anak tanpa perlindungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 96 ayat (2); Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
Dengan melihat ketentuan tersebut, terlihat disini keinginan dari pihak pemerintah untuk betul-betul menjaga dan melindungi kepentingan anak dari segala tindakan yang akan merugikan dan menghambat perkembangannya.
Sebagai tindak lanjut dari bentuk perhatian pemerintah terhadap masalah tenaga kerja anak, maka pada tanggal 7 Mei 1999 telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum age for Adminission To Employment (Konversi ILO Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan bekerja), yang dalam lampirannya menyatakan “….bahwa usia minimum untuk diperbolehkan bekerja adalah 15 (lima belas) tahun.
Pengesahan konversial ini dimaksudkan untuk menghapuskan segala bentuk praktej mempekerjakan anak serta meningkatkan perlindungan dan penegakkan hukum secara efektif sehingga akan lebih menjamin perlindungan anak dari eksploitasi ekonomi. Dengan pengesahan ini juga sekaligus ingin memperlihatkan atau menunjukkan pada masyarakat Indonesia khususnya dan dunia internasional umumnya tentang kesungguhan Indonesia dalam memajukan dan melindungi hak-hak dasar anak.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah sebenarnya telah berusaha melalui peraturan perundang-undangan nasional maupun meratifikasi beberapa Konvensi Internasional (misal;Konversi ILO) yang berkaitan dengan mempekerjakan seorang anak.
Malihat kenyataan ini sebaiknya pemerintah harus lebih aktif lagi untuk melakukan pengawasan dan tindakan terhadap pengusaha atau perusahaan yang benyak melanggar ketentuan tentang tenaga kerja ini, khususnya yang berkaitan dengan tenaga kerja anak. Dan tampaknya terhadap undang-undangnya pun perlu dilakukan perbaikan, yaitu dengan memberikan aturan dan syarat yang lebih ketat lagi dengan disertai sanksi yang lebih berat sehingga hak-hak si anak lebih terjaga lagi.
Kita perlu bersyukur, bahwa dengan dikeluarkannya undang-undang tentang Perlindungan Anak pada tanggal 8 Maret 2000, dimana penandatanganan Undang-Undang Ratifikasi Konversi ILO Nomor 182 tentang Pelarangan dan Aksi Segera untuk Mengeliminasi Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak. Dalam konversi tersebut telah diatur antara lain berkaitan dengan pernyataan, anak tidak boleh membahayakan kesehatan dan keselamatannya.
Terkait:
Tenaga Kerja Anak Kaitannya dengan Hak Asasi Manusia
Pustaka:
--
0 Response to "Keberadaan Tenaga Kerja Anak"
Posting Komentar
Terima kasih atas Kunjungannya, semoga bermanfaat..!!