Pendapat Tentang Hukum Berpoligami | Hukum Poligami

Dalam kamus Bahasa Inggris poligami berasal dari kata Polygamy yang artinya: Laki-laki yang mempunyai banyak istri. Sedangkan dalam kamus Bahasa Arab secara khusus tidak ada. Adapun secara umum al-Quran menjelaskan tentang poligami sebagai berikut:
“Dan jika kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim, maka kawinilah apa yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu dua, tiga atau empat orang kemudian jika kamu takkan dapat berlaku adil maka hendaklah seorang saja atau hamba sahaya yang menjadi milikmu, yang demikianitu lebih dekat tidak berbuat aniaya”. (Q.S. an-Nisa:3).
Di antara ayat di atas ada kata-kata “ Maka kawinilah apa yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu dua, tiga atau empat orang”. Dari kata-kata tersebut mengandung arti adanya boleh untuk berpoligami.
Namun demikian, perlu untuk diperhatika dan dipahami, bagaimanakah cara poligami yang benar, sesuai dengan maksud ayat di atas tadi, yang tidak berdasar kepada  nafsu belaka atau memahami ayat tadi tidak dengan komperhensif ( menyeluruh ) yang kemudian nantinya akan salah dalam cara istimbat hukumnya, itu akan berbahaya terhadap ummat.

Hukum Berpoligami
Dalam tafsir Rawaiul Bayan, Muhammad ‘Aliy as-Shabuniy mengutip beberapa pendapat tentang hukum poligami di antaranya yaitu:
  1. Pendapat Jumhur, bahwa perintah dalam Firman Allah SWT. Yaitu lafadz “ Fankihu “ menunjukan kepada boleh . Seperti dalam Firman Allah SWT. Yang lain “ Wa kulu wasrabu “ itu menunjukan kepada Ibahah ( boleh ).
  2. Ahlu Dzahiriyah mengatakan, bahwa menikahi lebih dari satu wanita adalah wajib. Mereka mengambil dail dari dzahirnya ayat tersebut, dan mereka juga menjadikan Hujjah dari Firman Allah SWT. Yang lain yaitu, Q.S. an-Nisa: 25 yang menjelaskan “ Barangsiapa yang tidak cukup biayanya untuk mengawini wanita-wanita merdeka – maka kawinilah hamba-hamba sahaya dengan seijin majikannya “.  Ayat tersebut difahami bahwa mengawini wanita lebih dari satu adalah wajib sekalipun kepada hamba sahaya dari pada tidak sama sekali.
  3. Imam Fahrurroziy berpendapat tentang ayat poligami, bahwa hukum ayat tersebut maksudnya adalah meninggalkan nikah dalam bentuk ini lebih baik dari pada mengerjakannya karena hal itu menunjukan, bahwa bukanlah keutamaan sunat melakukan poligami itu, apa lagi itu difahami sebagai perbuatan wajib. Sepertinya beliau mengambil jalan tengah di antara ke dua pendapat di atas. Artinya sunat pun tidak justru meninggalkannya itu lebih baik. 
  4. Lebih jauh Abduh menyatakan, poligami adalah penyimpangan dari relasi perkawinan yang wajar dan hanya dibenarkan secara syar'i dalam keadaan darurat sosial, seperti perang, dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan dan kezaliman . M. Quraish Shihab pun menyatakan bahwa asas perkawinan yang dianut oleh ajaran islam adalah asas monogami. Poligami merupakan kekecualian yang dapat ditempuh dalam keadaan tertentu, baik yang secara objektif terkait dengan waktu dan tempat, maupun secara subjektif terkait dengan pihak-pihak (pelaku) dalam perkawinan tersebut. Bahkan ada lagi yang lebih ekstrim pendapatnya yaitu dengan mengatakan:Terlepas dari semua argumentasi di atas, poligami pada dasarnya pelanggaran terhadap integritas dalam institusi perkawinan, karena institusi perkawinan pada dasarnya dibangun oleh dua orang yang ingin membina kehidupan bersama, yang dimulai dengan niat yang tulus, cinta, dan adanya janji sakral yang seharusnya dihormati.

Dalam Islam poligami memang dibolehkan dengan syarat bisa berlaku adil.Pertanyaannya sederhana, apakah lelaki benar-benar bisa berlaku adil, setiap waktu dari detik ke detik?Adil lahir dan batin?Bila lelaki mengatakan "ya", alangkah sombongnya lelaki itu.
Dalam kitab Ibn al-Atsir, poligami yang dilakukan Nabi adalah upaya transformasi sosial (lihat pada Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 108-179).Mekanisme poligami yang diterapkan Nabi merupakan strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi.Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.
Kemudian poligami dikatakan sebagi Sunah, seperti yang didefinisikan Imam Syafi'i (w. 204 H), adalah penerapan Nabi SAW terhadap wahyu yang diturunkan.Pada kasus poligami Nabi sedang mengejawantahkan Ayat An-Nisa 2-3 mengenai perlindungan terhadap janda mati dan anak-anak yatim. Dengan menelusuri kitab Jami' al-Ushul (kompilasi dari enam kitab hadis ternama) karya Imam Ibn al-Atsir (544-606H), kita dapat menemukan bukti bahwa poligami Nabi adalah media untuk menyelesaikan persoalan sosial saat itu, ketika lembaga sosial yang ada belum cukup kukuh untuk solusi.
Selain itu, sebagai rekaman sejarah jurisprudensi Islam, ungkapan "poligami itu sunah" juga merupakan reduksi yang sangat besar.Nikah saja, menurut fikih, memiliki berbagai predikat hukum, tergantung kondisi calon suami, calon istri, atau kondisi masyarakatnya.Nikah bisa wajib, sunah, mubah (boleh), atau sekadar diizinkan. Bahkan, Imam al-Alusi dalam tafsirnya, Rûh al-Ma'âni, menyatakan, nikah bisa diharamkan ketika calon suami tahu dirinya tidak akan bisa memenuhi hak-hak istri, apalagi sampai menyakiti dan mencelakakannya. Demikian halnya dengan poligami.Karena itu, Muhammad Abduh dengan melihat kondisi Mesir saat itu, lebih memilih mengharamkan poligami.

Pustaka.
---------------------

0 Response to "Pendapat Tentang Hukum Berpoligami | Hukum Poligami"

Posting Komentar

Terima kasih atas Kunjungannya, semoga bermanfaat..!!

Histats

Follow Us