Aktor merupakan pelaku yang terlibat dalam proses kebijakan. Aktor yang paling dominan dalam proses kebijakan disebut policy maker, sementara itu aktor yang mempunyai kualifikasi atau karakteristik lain dengan tuntutan ekstern dikenal sebagai kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan elit profesi.
Keterlibatan aktor dalam proses kebijakan publik dijelaskan oleh William D. Coplin dan Michael K.O’Leary (Keban,1995), dengan mengembangkan suatu metode analisis politik untuk dapat diterapkan dalam proses kebijakan yang disebut PRINCE, yaitu Probe artinya menggambarkan siapa yang merupakan aktor terpenting dalam kaitannya dengan alternatif kebijakan tertentu, Interact artinya mencari keinginan (preferensi) dan pengaruh masing-masing aktor tersebut dalam pengambilan keputusan, Calculate, artinya melakukan perkiraan atau perhitungan terhadap keinginan dan pengaruh aktor-aktor tersebut, Execute, artinya melaksanakan sesuai dengan hasil perhitungan tersebut.
Untuk melakukan analisis, disusun terlebih dahulu beberapa kriteria penting (Keban,1995) yaitu:
“(1) issue position, yaitu menilai sampai berapa jauh seorang aktor mendukung, menentang atau netral terhadap suatu alternatif, (2) salince, yaitu menilai sampai seberapa jauh suatu alternatif itu penting bagi masing-masing aktor, (3) power, yaitu menilai sampai seberapa jauh seorang aktor mampu memblok atau sebaliknya merealisasikan keputusan tentang alternatif tertentu (4) friendship-neutrality-hostility, yaitu menilai sampai seberapa jauh hubungan antar aktor, apakah saling mendukung, atau malah bertentangan atau bermusuhan sehingga dapat mempengaruhi adopsi atau implementasi suatu kebijakan tertentu”.
Aktor-aktor atau pemeran serta dalam proses kebijakan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yakni para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi (Winarno,2002:84). Pemeran serta resmi adalah agen-agen pemerintah (birokrasi), presiden (eksekutif), legislatif dan yudikatif, sedangkan yang termasuk dalam kelompok pemeran serta tidak resmi meliputi kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan warga negara individu.
Keterlibatan aktor dalam proses kebijakan publik dijelaskan oleh William D. Coplin dan Michael K.O’Leary (Keban,1995), dengan mengembangkan suatu metode analisis politik untuk dapat diterapkan dalam proses kebijakan yang disebut PRINCE, yaitu Probe artinya menggambarkan siapa yang merupakan aktor terpenting dalam kaitannya dengan alternatif kebijakan tertentu, Interact artinya mencari keinginan (preferensi) dan pengaruh masing-masing aktor tersebut dalam pengambilan keputusan, Calculate, artinya melakukan perkiraan atau perhitungan terhadap keinginan dan pengaruh aktor-aktor tersebut, Execute, artinya melaksanakan sesuai dengan hasil perhitungan tersebut.
Untuk melakukan analisis, disusun terlebih dahulu beberapa kriteria penting (Keban,1995) yaitu:
“(1) issue position, yaitu menilai sampai berapa jauh seorang aktor mendukung, menentang atau netral terhadap suatu alternatif, (2) salince, yaitu menilai sampai seberapa jauh suatu alternatif itu penting bagi masing-masing aktor, (3) power, yaitu menilai sampai seberapa jauh seorang aktor mampu memblok atau sebaliknya merealisasikan keputusan tentang alternatif tertentu (4) friendship-neutrality-hostility, yaitu menilai sampai seberapa jauh hubungan antar aktor, apakah saling mendukung, atau malah bertentangan atau bermusuhan sehingga dapat mempengaruhi adopsi atau implementasi suatu kebijakan tertentu”.
Aktor-aktor atau pemeran serta dalam proses kebijakan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yakni para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi (Winarno,2002:84). Pemeran serta resmi adalah agen-agen pemerintah (birokrasi), presiden (eksekutif), legislatif dan yudikatif, sedangkan yang termasuk dalam kelompok pemeran serta tidak resmi meliputi kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan warga negara individu.
0 Response to "Aktor dalam Proses Kebijakan"
Posting Komentar
Terima kasih atas Kunjungannya, semoga bermanfaat..!!